TikTok telah menjadi salah satu platform paling berpengaruh dalam cara brand menjangkau audiensnya, terutama generasi muda. Tidak hanya sebagai aplikasi hiburan, TikTok kini menjadi medan utama periklanan yang sangat dinamis, cepat, dan penuh kreativitas. Namun di balik segala tren yang berubah dalam hitungan hari, ada satu elemen yang terbukti konsisten mendatangkan perhatian: iklan yang relatable di TikTok.
Relatable tidak berarti harus lucu, viral, atau penuh filter. Sebaliknya, relatable berarti mampu menyentuh pengalaman, emosi, atau kebiasaan harian audiens dengan cara yang sederhana namun mengena. Di TikTok, iklan tidak bisa tampil seperti iklan tradisional. Ia harus terasa seperti bagian dari konten, hadir tanpa mengganggu, dan mengundang simpati sebelum mempromosikan sesuatu.
Baca juga: Iklan dengan Pendekatan Humanis: Menjadi Relatable di Instagram yang Serba Cepat
TikTok dan Kebiasaan Menyukai yang Autentik
Satu hal yang membuat TikTok berbeda dari platform lainnya adalah ekosistem kontennya yang sangat organik. Pengguna TikTok cenderung lebih menyukai konten yang terasa nyata, jujur, dan tidak dipoles berlebihan. Inilah mengapa iklan yang relatable di TikTok jauh lebih disukai dibandingkan iklan yang terlalu sinematik atau formal.
Ketika seseorang melihat video yang menggambarkan keresahan sehari-hari—seperti ribetnya cari parkir, drama makan malam bareng keluarga, atau kebingungan memulai kerja pagi setelah begadang nonton drama—mereka akan merasa, “ini gue banget.” Rasa terwakili ini membuat konten lebih mudah dikaitkan dengan kehidupan nyata, dan secara alami memicu respons, baik dalam bentuk komentar, likes, maupun shares.
Relatable juga berarti tidak memosisikan brand sebagai pihak yang paling tahu. Justru, iklan terbaik di TikTok sering kali muncul dari suara konsumen sendiri, atau setidaknya dibuat dengan perspektif seolah-olah brand hanya ikut ngobrol, bukan menggurui.
Gaya Konten yang Menyamai Sehari-hari
Kunci utama membuat iklan relatable di TikTok terletak pada format dan penyampaian. TikTok bukan tempat untuk menyajikan narasi megah berdurasi tiga menit dengan voice-over berat. Sebaliknya, konten yang sederhana, spontan, dan dikemas dengan gaya personal justru menarik perhatian lebih banyak.
Misalnya, seorang creator memperlihatkan momen keseharian saat dia mencoba bangun pagi, menyiapkan sarapan buru-buru, lalu menyelipkan satu produk minuman energi dengan komentar polos seperti, “Untung ada ini, kalau nggak udah telat meeting.” Tidak terlihat seperti iklan, tapi audiens tahu itu promosi. Namun karena pengemasannya sangat dekat dengan realita, penonton tetap menonton dan bahkan tertarik mencoba.
Keberhasilan iklan semacam ini bukan dari kemewahan produksi, melainkan dari kepekaan terhadap pengalaman pengguna. Brand yang mampu mengemas pesan mereka dalam format seperti ini memperlihatkan bahwa mereka mengerti dunia nyata, bukan hanya sekadar menjual mimpi.
Peran Humor dan Kejujuran
Humor menjadi elemen penting dalam menciptakan iklan yang relatable di TikTok. Namun humor di sini bukan berarti lelucon slapstick atau skenario lucu buatan. Justru yang lebih bekerja adalah humor yang berasal dari kejujuran hidup sehari-hari. Contohnya, video yang menampilkan seseorang mencoba mengikuti gaya hidup sehat selama satu hari, lalu gagal di sore hari karena tergoda camilan, dan diakhiri dengan tawa kecil dan kalimat seperti, “Ya udah, besok lagi aja dietnya.”
Konten semacam ini membuat orang merasa lebih baik karena mereka merasa tidak sendiri dalam perjuangan mereka. Brand yang menempatkan diri dalam narasi ini bukan sebagai pihak sempurna, tetapi sebagai teman seperjuangan, akan jauh lebih mudah membangun kedekatan.
Kejujuran, dalam bentuk apa pun, juga menjadi kunci. Mengakui bahwa produk belum sempurna, atau bahwa pengalaman pengguna berbeda-beda, bisa menjadi cara membangun kepercayaan. Dalam dunia TikTok yang cepat dan spontan, sikap ini justru memperlihatkan bahwa brand tidak berpura-pura.
Menggunakan Creator Lokal dan Bahasa Audiens
Salah satu strategi paling efektif untuk membuat iklan relatable di TikTok adalah menggandeng content creator lokal yang sudah dikenal karena keaslian dan gayanya yang membumi. Mereka tahu bagaimana menyampaikan pesan brand tanpa terdengar seperti membaca naskah. Bahkan, mereka sering kali justru memodifikasi pesan tersebut agar lebih sesuai dengan karakter mereka dan audiensnya.
Penggunaan bahasa sehari-hari, logat khas daerah, atau candaan lokal menjadi elemen penting. Bahasa yang terlalu baku justru membuat iklan terasa seperti selingan TV dan bukan bagian dari timeline TikTok yang biasa dilihat pengguna.
Selain itu, memberi kebebasan kepada kreator untuk mengolah ide mereka sendiri—asal tetap mengarah pada tujuan brand—akan membuat konten lebih alami dan diterima. Ini adalah bentuk kolaborasi yang menguntungkan kedua belah pihak: brand mendapatkan konten yang engaging, sementara kreator tetap bisa menjaga orisinalitasnya.
Iklan atau Cerita? Audiens Memilih yang Terasa Nyata
Ketika iklan mampu bercerita, bukan hanya menunjukkan produk, ia punya kekuatan lebih besar untuk tinggal dalam ingatan. Cerita yang disampaikan tidak harus panjang atau rumit. Bahkan cerita sederhana yang selesai dalam 15 detik bisa punya dampak luar biasa jika dikemas dengan hati.
Sebagai contoh, sebuah brand skincare membuat video dengan sudut pandang seseorang yang baru saja pindah kota dan merasa cemas memulai kehidupan baru. Video menampilkan dia melakukan rutinitas malam sederhana—cuci muka, pakai toner, dan menghela napas—dengan caption, “satu hal yang bisa ku kontrol di tengah perubahan.” Konten seperti ini tidak hanya menjual produk, tapi juga menyentuh perasaan. Ia relatable bukan karena semua orang pernah pindah kota, tapi karena semua orang pernah merasa cemas dan butuh pegangan.
Dalam konteks TikTok, format storytelling yang kuat seringkali lebih efektif dibanding pendekatan hard-selling. Cerita yang menggugah meski dikemas singkat memiliki kekuatan untuk memicu emosi, dan dari sanalah keterhubungan dimulai.
Kesimpulan
Iklan relatable di TikTok bukan tentang siapa paling heboh, paling canggih, atau paling mewah. Ia adalah soal siapa yang paling peka. Peka terhadap ritme kehidupan audiens, terhadap emosi yang mereka rasakan, terhadap bahasa yang mereka gunakan, dan terhadap humor kecil yang membuat mereka tersenyum di tengah hari yang sibuk.
Brand yang bisa hadir bukan sebagai pengganggu, tapi sebagai bagian dari percakapan, sebagai teman yang paham, akan memiliki tempat istimewa di hati audiens TikTok. Di tengah derasnya arus konten dan algoritma, iklan yang relatable adalah jangkar yang bisa membuat audiens berhenti, tersenyum, dan berkata, “ini gue banget.”
Dan ketika audiens merasa begitu, bukan hanya mereka akan menonton. Mereka akan mengingat, membagikan, dan mungkin akhirnya
Ingin meningkatkan visibilitas dan pertumbuhan bisnis di dunia digital? DIGIMA siap membantu! Kami menyediakan layanan pembuatan konten Instagram yang menarik, pengembangan website profesional, serta produksi video pendek yang engaging untuk meningkatkan interaksi dengan audiens. Optimalkan strategi pemasaran digitalmu bersama DIGIMA! Hubungi Admin DIGIMA atau kirim DM ke Instagram DIGIMA sekarang dan temukan solusi terbaik untuk bisnis Anda.
memilih.